Entri Populer

Selasa, 11 Oktober 2011

Perkembangan Hadits

A. PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KE-IV

Periode ini, disebut: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadits. Periode keempat ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua (mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijry (menjelang akhir masa dinasti Abbasiyah angkatan per¬tama).. Masa ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz yakni sekitar tahun 99 hingga 102 H sampai akhir abad ke-2 H.

1. Instruksi Umar Bin Abdul Aziz Tentang Penulisan Hadits
Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah meluas ke daerah-daerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para sahabat menjadi terpencar ke daerah-daerah Islam untuk mengembangkan ¬Islam dan membimbing masyarakat setempat. Di samping itu,banyak sahabat yang meninggal karena faktor usia dan akibat terjadinya peperangan¬gan, Ini berarti, bahwa awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah Sahabat yang hidup semakin tinggal sedikit. Padahal, Hadits Rasulullah masih dibukukan secara resmi. lebih parah lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah kian berkembangnya Hadits-hadits palsu (Hadits Maudhu’) yang dengan sendirinya akan sangat mengancam kelestarian yang benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Kliu¬tasyidin tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya adalah karena dikhawatirkan akan terjadi bercampur¬ dengan Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an, sedang pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, Al-Qur’an telah selesai secara resmi dan lestari. Dengan demikian, maka bila Hadits¬ rasul didewankan tidaklah akan mengganggu Al-Qur’an.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada peng¬hujung tahun 100 Hijriyah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk mendewankan/membukukan Hadits.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk menulis/mendewankan Hadits itu ialah:
1. Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits
2. Telah makin banyak para perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan
3. Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti memer¬lukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di samping petunjuk AI-Qur’an
4. Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-¬pemalsuan hadits

2. Pelopor Penulisan Hadits (Kondifikator) Hadits

Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk penulisan Hadits itu adalah Gubernur Madinah yang bernama: Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Ibnu Hazm. Atau Muhammad Ibnu Hazm. (seorang Gubernur, juga sebagai seorang Ulama)
Instruksi Khalifah itu berisi, supaya Gubernur segera membukukan Hadits-hadits yang dihafal oleh penghafal-penghafal Hadits di Madinah, antaralain:
 Amrah binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades, seo¬rang ahli Fiqih, murid Sayyidah Aisyah ra.
 Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shiddiq, salah seo¬rang pemuka Tabi’in dan salah seorang Fuqaha Tujuh
Yang dimaksud dengan fuqaha yaitu:
1) Al-Qasim
2) Urwah Ibnu Zubair
3) Abu Bakar Ibnu Abdir Rahman
4) Said Ibnu Musayyab
5) Abdillah Ibnu Abdullah Ibnu Utbah Ibnu mas’ud
6) Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit
7) Sulaiman Ibnu fassar
Muhammad Ibnu Hazm, melaksanakan tugas itu dengan baik¬ selanjutnya, instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama Hadits masyhur sebagai Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Abu ir Muhammad Ibnu Muslim Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhry, ; dikenal juga dengan nama Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil mendewankan hadits Rasulullah, lalu mengirimkan dewan-dewan Haditsnya itu kepada penguasa-penguasa daerah. Dengan demikian, maka pelopor pendewan (kodifikator) Hadits yang sama atas instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah:
1. Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H).
2. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry (wafat tahun 124 H).

Kedua tokoh pemula pendewan Hadits ini, para ahli sejarah Ulama Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai ifikator/pendewan Hadits yang pertama, ialah Muhammad Ibnu Syi¬Az-Zuhry. Hal ini terjadi karena Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry mempunyai ¬beberapa kelebihan dalam mendewankan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan dengan Muhammad Ibnu Hazm.Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:

1. Ia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits, dibandingkan engan Ulama-ulama Hadits sezamannya.
2. Ia mendewankan seluruh Hadits yang ada di Madinah, sedang yang ilakukan oleh Muhammad Ibnu Hazm, tidak mencakup seluruh adits yang ada di Madinah.
3. Ia mengirimkan hasil pendewanannya kepada seluruh penguasa di aerah, masing-masing satu rangkap; sehingga dengan demikian, lebih cepat tersebar.
Sayang sekali, bahwa kedua macam dewan Hadits tersebut, baik yang ditulis oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syi¬-Zuhry, telah lama hilang dan sampai sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya.
Selanjutnya, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah masa pendewanan ber¬ikutnya (sebagai masa pendewanan yang kedua), atas anjuran Khalifah-¬khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffah.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil mendewankan Hadits¬hadits Nabi, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
1. Di Mekkah : IbnuJuraij (80-150H1669-767M).
2. Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 15114/768 M).
2. Malik bin Anas (93 H-179 H/703-798M).
3. Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibnu Shabih (wafat 160 H).
b. Said Ibnu Abi Arubah (wafat 156H).
c. Hammad Ibnu Salamah (wafat 176 H).
4. Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th.161 H).
5. Di Syam : Al-Auza’iy (wafat th. 156 H).
6. Di Wasith : Husyain Al-Wasithy (wafat th.188 H/804 M).
7. DiYaman : Ma’maiAl-Azdy(95-153H/753-770M).
8. Di Rei : Jarir Adl-Dlabby (110-1881-1/728-804M).
9. Di Khurasan : Ibnu Mubarak (118-181 H/735-797 M).
10. Di Mesir : Al-Laits Ibnu Sa’ad (wafat th.175 H).

Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan. Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pende¬wan/kodifikator Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersa¬ma, telah berguru kepada Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.

B. Ciri-Ciri Pembukuan Hadits Peada Masa Periode Ke 4 Abad Ke-dua Hijriyah
a. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, mencakup Hadits¬ hadits Rasul, fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi’in. Dengan demikian, kitab/dewan Hadits dalam periode ini, belum diklassifisir/dipisah-pisah antara Hadits-hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’. Kitab Hadits yang hanya menghimpun Hadits-hadits Nabi saja, hanyalah kitab yang disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm. Beliau me lakukan demikian, mengingat adanya instruksi Khalifah tJmar bin Abdul Aziz yang menyatakan:
لاَ تَقْبَلْ إِلاَّ حَدِيْثَ الَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Janganlah kamu terima, selain dari Hadits Nabi saw. “
b. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, umumnya belum¬lah dikelompokkan berdasarkan judul-judul (maudlu’) masalahle ter¬tentu. Dengan demikian, maka dalam dewan-dewan Hadits, terhimpun secara bercampur aduk Hadits-hadits Tafsir, Iiadits-hadits Sirah Nabi, Hadits-hadits Hukum, dan sebagainya. Imam Syafi’ilah yang mula pertama merintis menyusun kitab Hadits berdasarkan judul masalah tertentu, dalam hal ini, yang berhu¬bungan dengan masalah thalaq dalam satu bab.
c. Hadits-hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara yang ber kualitas Shahih, Hasan dan Dha’if.

C. KITAB-KITAB HADITS PADA PERIODE IV (ABAD II HIJRY)

Di antara kitab-kitab/dewan Hadits yang disusun pada abad II Hijry, periode IV ini, yang sangat mendapat perhatian dari kalangan Ulama, ialah:
1. Al-Muwattha’, disusun oleh Imam Malik bin Anas, atas permintaan Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur.
2. Musnad Asy-Syafi’i, susunan Imam Syafi’i. Dewan Hadits ini, meru¬pakan kumpulan Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab beliau yang bernama “Al-Um”.
3. Mukhtaliful Hadits, disusun oleh Imam Syafi’i. Di dalamnya, dibahas tentang cara.-cara menerima Hadits sebagai hujjah clan cara-cara mengkompromikan Hadits yang nampak kontradiksi satu sama lain.
4. As-Siratun Nabawiyah, disusun oleh Ibnu Ishaq. Berisi, antara lain tentang perjalanan hidup Nabi dan peperangan-peperangan zaman Nabi.

D. PEMALSUAN HADITS

Motif-motif Pemalsuan Hadits
1. Propagandis propagandis politik
Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang disam. paikannya, adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjih ganjil dan yang menakutkan.
2. Golongan Zindiq
Golongan yang pada lahirnya memeluk Islam , tetapi batinnya memusuhi Islam.
3. Tukang-tukang cerita
Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan ke¬inginannya yang sarigat besar untuk menarik minat para hadirinnya, mereka lalu membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Celakanya, kisah-kisah yang dikarangnya itu lalu dilengkapi. dengan ad dan dinyatakan berasal dari Nabi Muhammad.
4. . Penganut ajaran tasawuf
Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan agamanya masih sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang demikian ini merasa dirinya serba tahu tentang aj aran Islam. Ditafsirkan¬hh ajaran Islam sesuai dengan kehendaknya. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan pemahamannya itu, maka dibuatnyalah Hadits¬hadits palsu. Dan pemalsuan Hadits yang mereka buat, biasanya berkisar ~soal-soal yang berhubungan dengan “targhib wat tarhib” (berita-berita yangmenggembirakan dan mencemaskan).
E. CARA MENGATASI PEMALSUAN HADITS
1. Pemerintah, dalam hal ini dari bani Abbasiyah; berusaha menumpas kaum zindiq.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka mem¬buat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas. Atau, mungkin para Kha¬lifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.
Usaha pemerintah ini, tentu saja belumlah berhasil secara tuntas menumpas pemalsu-pemalsu Hadits. Sebab, kaum zindiq yang ditumpas pemerintah itu, barulah salah satu golongan saja di antara golongan Hadits. Ditambah lagi, karena kaum zindiq ini, merupakan gerakan yang terselubung, maka dalam menumpasnya tidaklah mudah.
2. Para Ulama berusaha dengan gigih menghadapi pemalsuan-pemal¬suan -Hadits. Caranya, bermacam-macam. Di antaranya:
a. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk mengecek kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dan meneliti sum¬ber-sumbernya, kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyara¬kat.
b. Meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat. Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad Hadits diselidiki dengan saksama. Maka lahirlah, istilah-istilah: tsiqah, kadz¬dzab, fulan la ba’sa bihi, dan sebagainya. Imam Malik misalnya, telah memberi tuntunan kepada penun¬tut/pencari Hadits, dengan menyatakan: Janganlah mengambil ilmu (Hadits) dari empat macam orang, yaitu:
a. orang yang kurang akal,
b. orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya,
c. orang yang suka berdusta, dan
d. seorang Syaikh yang memiliki keutamaan, kesalihan dan ak¬tif ibadah, tetapi tidak mengetahui apa yang diriwayatkan¬nya yang berhubungan dengan Hadits.
Pada sekitar tahun 150 H, Ulama mulai memperbincangkan tentang ta’dil dan tajrih. Banyak Ulama yang terkenal ahli dalam menilai perawi Hadits pada abad II periode keempat ini. Misalnya, Imam Malik, Auza’iy, Sufyan Ats-Tsaury, Ibnul Mubarak, Uyaiyah, Ibnu Wahhab, Waki’ Ibnu AI¬Jarrah, Yahya Ibnu Saad AI-Qatthan, Abdur Rahman Ibnu Mahdi, dan lain-lain. Di antara Ulama tersebut, yang ferkenal memiliki ilmu yang menda¬lam tentang kritik rijalil Hadits, ada dua orang. Yaitu:
1. Yahya Ibnu Saad Al-Qatthan (wafat th. 193 H).
2. Abdur Rahman Ibnu Mahdi (wafat th. 198 H).

Pendidikan Seumur Hidup

1. Makna Penting Pendidikan Sepanjang Hayat
Bahwa seseorang dapat menyelesaikan jenjang kehidupannya dengan serangkaian kemampuan intelektual telah lenyap dengan cepat. Didorong oleh kebutuhan rohani dan sebagai jawaban atas tuntutan dari luar, pendidikan itu sedang dalam proses mencapai makna penting yang sebenarnya, yang bukan merupakan penguasaan atas sekumpulan pengetahuan tetapi merupakan perkembangan pembawaan untuk memperoleh hakikat diri yang makin bertambah sebagai hasil pengalaman yang berturut-turut.
Dengan demikian tanggung jawab masa kini terhadap pendidikan dapat ditegaskan sebagai berikut:
1. Menempatkan struktur dan metode yang akan membantu manusia selama jenjang
hidupnya untuk memelihara kelangsungan masa percobaan dan latihannya.
2. Melengkapi tiap individu untuk menjadi objek dan alat perkembangan dalam derajat
tertinggi dan paling benar melalui bentuk pendidikan.
2. Konsep dan Dasar Pendidikan Seumur Hidup
Konsep pendidikan seumur hidup, sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar pendidikan dari zaman kezaman. Apalagi bagi umat islam, jauh sebelum orang-orang barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup, sebagaimana dinyatakan oleh hadits Nabi SAW yang berbunyi
داللح الى المهد من العلم طلبا
Artinya: tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia.
Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bemula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup baru mulai dimasyarakat melalui kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain :

1. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang)

2. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. (BAB IV GBHN bagian pendidikan ).

Didalam UU Nomor 20 tahun 2003, penegasan tentang pendidikan seumur hidup, dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: "Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya". Jadi dapat pula dikatakan bahwa pendidikan dapat diperoleh dengan 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan diluar sekolah. Jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan jenis pendidikan ini mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.


Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembalikan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta mengembangkan sikap keprobadian hidup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan peserta didik.


Pendidikan informal yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarganya yang bersangkutan. peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.


"setiap warga Negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun luar sekolah dengan demikian, setiap warga Negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupanya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia ".


Dasar dari pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan berlangsung selama manusia hidup, baik dalam maupun diluar sekolah.

3. Pendidikan Seumur Hidup dalam Berbagai Perspektif
Dasar pemikiran yang menyatakan bahwa long life education adalah sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tinjauan Ideologis
Pendidikan seumur hidup atau long life education akan memungkingkan seseorang mengembangkan potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebab pada dasarnya semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak sama, khususnya untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilannya (skill).
2. Tinjauan Ekonomis
Melalui pendidikan, merupakan cara paling efektif untuk keluar dari suatu lingkaran yang menyeret kepada kebodohan dan kemelaratan. Pendidikan seumur hidup dalam konteks ini memungkingkan seseorang untuk
a. Meningkatkan produktifitasnya
b. Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber daya dimilikinya
c. Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih sehat dan menyenangkan
d. Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat, sehingga pendidikan keluarga menjadi sangat penting dan besar artinya.
3. Tinjauan Sosiologis
Pada umumnya di Negara-negara sedang berkembang ditemukan masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, anak-anak mereka yang kurang mendapatkan pendidikan formal, putus sekolah, dan atau tidak bersekolah sama sekali. Dengan demikian, pendidikan seumur hidup kepada orang tua akan merupakan solusi dari masalah tersebut.

4. Tinjuan Filosofis

Negara-negara demokrasi menginginkan seluruh rakyatnya menyadari pentingnya hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR, DPD, dan sebagainya. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada setiap orang. Hal ini menjadi tugas pendidikan seumur hidup.

5. Tinjaan Teknologis

Di era globalisasi seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda oleh eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan berbagai produk yang dihasilkannya. Semua orang, tak terkecuali para pendidik, sarjana, pemimpin dan sebagainya dituntut selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya seperti apa yang terjadi di negara maju.

6. Tinjauan Psikologis dan Paedagogis

Perkembangan IPTEK sangat pesat mempunyai dampak dan pengaruh besar terhadap berbagai konsep, teknik dan metode pendidikan. Disamping itu, perkembangan tersebut juga makin luas, dalam dan kompleks, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tidak mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada anak didik di sekolah.

Oleh karena itu, tugas pendidikan jalur sekolah yang utama sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus sepanjang hidupnya, memberikan skill kepada anak didik secara efektif agar dia mampu beradaptasi dalam masyarakat yang cenderung berubah secara cepat. Berkenaan dengan itulah, perlu diciptakan suatu kondisi yang merupakan aplikasi asas pendidikan seumur hidup atau long life education.


Demikian keadaan pendidikan seumur hidup yang dilihat dari berbagai aspek dan pandangan. Sebagai pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk belajar disetiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Semua itu adalah tujuan untuk menyembuhkan kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh skill yang baru, untuk meningkatkan keahlian mereka dalam upaya pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk mengembangkan kepribadian dan tujuan-tujuan lainnya.

Konseptualisasi pendidikan seumur hidup yang merupakan alat untuk mengembangkan individu-individu akan belajar seumur hidup agar lebih bernilai bagi masyarakat.

4. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup pada Program-Program

Pendidikan
Implikasi disini diartikan sebagai akibat lansung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Dengan demikian maksudnya adalah sesuatu yang merupakan tindak lanjut atau follow up dari suatu kebijakan atau keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Penerapan asas pendidikan seumur hidup pada isi program pendidikan dan sasaran pendidikan di masyarakat mengandung kemungkinan yang luas. Implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ananda W.P. Guruge dalam bukunya Toward Better Educational Management, dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Pendidikan baca tulis fungsional
Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup dikarenakan relefansinya yang ada pada Negara-negara berkembang dengan sebab masih banyaknya penduduk yang buta huruf, mereka lebih senang menonton TV, mendengarkan Radio, Mengakses internet dari pada membaca. Meskipun cukup sulit untuk membuktikan peranan melek huruf fungsional terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat, namun pengaruh IPTEK terhadap kehidupan masyarakat misalnya petani, justru disebabkan oleh karena pengetahuan-pengetahuan baru pada mereka. Pengetahuan baru ini dapat diperoleh melalui bahan bacaan utamanya. Oleh sebab itu, realisasi baca tulis fungsional, minimal memuat dua hal, yaitu:
a. Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih
lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.

2. Pendidikan vokasional.

Pendidikan vokasional adalah sebagai program pendidikan diluar sekolah bagi anak diluar batas usia sekolah, ataupun sebagai pendidikan formal dan non formal, sebab itu program pendidikan yang bersifat remedial agar para lulusan sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting. Namun yang lebih penting ialah bahwa pendidikan vokasional ini tidak boleh dipandang sekali jadi lantas selesai.dengan terus berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan vokasiaonal itu tetap dilaksanakan secara kontinue.
3. Pendidikan profesional.
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup,dalam kiat-kiat profesi telah tercipta Built in Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan buruh, berlaku pula bagi professional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.

4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan.

Diakui bahwa diera globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, dengan cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya menurut pendidikan yang berlangsung secara kontinue (lifelong education).

Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari azas pendidikan seumur hidup.


5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik

Disamping tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam kondisi sekarang dimana pola pikir masyarakat. Yang semakin maju dan kritis, baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di Negara yang demokratis, diperlukan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga Negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinue dalam koteks ini merupakan konsekuensinya.

6. Pendidikan Kultural dan pengisian waktu senggang

Spesialisasi yang berlebih-lebihan dalam masyarakat, bahkan yang dimulai pada usia muda dalam program pendidikan formal di sekolah, membuat membuat manusia berpandangan sempit pada bidangnya sendiri, buta akan nilai-nilai kultural yang terkandung dalam warisan budaya masyarakatnya sendiri.

Bagaimanapun bagi orang-orang terpelajar diharapkan mampu memahami dan menghargai nilai-nilai agama, sejarah, kesusastraan, filsafat hidup, seni, dan musik bangsanya sendiri. Pengetahuan tersebut dapat memperkaya hidupnya, terutama segi pengalaman yang mengingingkannya untuk mengisi waktu senggangnya dengan menyenangkan. Oleh karena itu, pendidikan cultural dan pengisian waktu senggang secara konstruktif akan merupakan bagian penting dari long life education.


Sementara itu implikasi konsep life long education ini pada sasaran pendidikan juga, diklasifikasikan dalam enam kategori, seperti yang sudah dikemukakan pada Bab II tentang jalur pendidikan luar sekolah, yang meliputi:


1. Para buruh dan petani

2. Golongan remaja yang terganggu pendidikan sekolahnya
3. Para pekerja yang berketerampilan
4. Golongan teknisi dan professional
5. Para pemimpin dalam masyarakat
6. Golongan masyarakat yang sudah tua
Hal yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian kecil dari implikasi konsep pendidikan seumur hidup pada program-program dan sasaran pendidikan, sebab bagaimanapun dalam kondisi sekarang adanya kebutuhan dan tekanan baru justru lebih kompleks. Gelombang perubahan politik, social, dan ilmu pengetahuan merambah hamper semua aspek kehidupan masyarakat. Pendidikan seumur hidup menekankan kerja sama antara keluarga dan sekolah dalam menciptakan pengalaman hidup menerima individualitas kebudayaan keluarga dan menempatkannya sebagai salah satu agen pendidikan dalam masyarakat.
Begitu juga berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penerapan cara berpikir menurut asas pendidikan seumur hidup itu akan mengubah pandangan kita tentang status dan fungsi sekolah, di mana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak didik tentang cara belajar, peranan guru terutama adalah sebagai motivator, stimulator dan petunjuk jalan anak didik dalam hal belajar, sekolah dalam pusat kegiatan belajar (learning cenntre) bagi masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, dalam pandangan mengenai pendidikan seumur hidup, semua orang secara potensial merupakan anak didik.
5. Beberapa Kepentingan Pendidikan Seumur Hidup
Beberapa hal yang mendasari perlunya pendidikan seumur hidup :
1. Pertimbangan ekonomi
Dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan pun terus berkembang. Akibat perkembangan ini adalah semakin berkompetisinya lemgaga-lembaga pendidikan terutama dalam hal kualitas. Dengan hal ini pada gilirannya terjadilah semacam klasifikasi atau penggolongan sekolah sebagai lembaga pendidikan, ada sekolah favorit, unggulan, plus, dan sebagainya. Kenyataanini tentu saja membawa dampak dengan semakin mahalnya biaya pendidikan.

Untuk saat ini, biaya pendidikan tampaknya sudah mendekati titik puncak, masyarakat diragukan kemampuannya membiayai pendidikan lebih jauh. Untuk negara-negara sedang berkembang permasalahan ini tampaknya sudah sampai pada tahap yang memprihatinkan.


2. Keadilan.

Tuntutan akan adanya persamaan serta kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan terus digunakan, bahkan untuk Indonesia diatur sedemikian rupa didalam UUD 1945, seperti tertuang pada pasal 31 ayat (1) :
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.

3. Faktor peranan keluarga.

keluarga berfungsi sebagai sentral sumber pendidikan pada waktu silam, dia juga mengemukakan bahwa situasi ini sekarang telah berubah keluarga. Sedikit demi sedikit berukuran perannya dalam mendidik anak-anak. Ini dapat dilihat dalam bidang moral, efektif dan pendidikan sosial.

4. Faktor perubahan peranan sosial

Meskipun antara keluarga dengan keadaan sosial di luarnya mempunyai hubungan yang sangat erat, tetapi perubahan yang terjadi dan dialami keduanya cukup berbeda. Garis antara orang dewasa dengan anak-anak secara tradisional sangat jelas dalam keluarga masyarakat yang tidak maju. Anak-anak secara tradisional harus disekolahkan sedangkan orang dewasa tidak demikian. Namun kenyataannya bertentangan, misalnya seorang pemuda berumur 18 tahun sudah kawin dan bekerja, sedangkan orang dewasa berumur 30 tahun masih berstudi. Dengan demikian diperlukan perluasan konsep pendidikan dan perluasan rentangan usia yang ditampung dalam pendidikan.

5. Perubahan teknologi

Perubahan teknologi menyebabkan meningkatnya persediaan informasi, semakin banyaknya tersedia kekayaan materi yang berakibat keduniaan dan materialisme menjiwai nilai-nilai budaya dan spiritual, serta berakibat pula kerenggangan manusia yang satu dengan yang lainnya.
6. Faktor-faktor vocational
Persoalan ini dimunculkan sekarang karena dinyatakan bahwa kejuruan yang diperlukan dunia di masa mendatang secara drastis berbeda dengan apa yang ada sekarang. Dalam hal ini, kemampuan sistem pendidikan seperti yang diorganisasi sekarang untuk membekali anak dengan keterampilan khusus yang diperlukan untuk keberhasilan di masa mendatang tampaknya masih diragukan.

Ada beberapa alasan yang menyatakan bahwa salah satu unsur kejuruan di masa mendatang akan mengalami perubahan, yakni keterampilan kejuruan yang cepat laku dan terjadinya perubahan tidak hanya pada generasi mendatang, tetapi juga terjadi pada genersai yang ada sekarang.


7. Kebutuhan-kebutuhan orang dewasa

Orang dewasa mengalami efek cepatnya perubahan dalam bidang ketrampilan yang mereka miliki, maka diupayakan sistem pendidikan yang mampu mendidik orang dewasa. Secara radikal perubahan pandangan mengenai kapan seseorang harus disekolahkan dan sekolah apa yang dalam hal ini memerlukan politik pendidikan seumur hidup.

8. Kebutuhan anak-anak awal

Para ahli mengakui bahwa masa anak - anak awal merupakan fase perkembangan
yang mempunyai karakteristik tersendiri bukan semata - mata masa penantian untuk
memasuki periode anak-anak, remaja dan dewasa. Masa anak - anak awal merupakan
basis untuk perkembangan kejiwaan selanjutnya meksipun dalam tingkat tertentu
pengalaman-pengalaman yang datang belakangan dapat memodifikasi perkembangan
yang pondasinya sudah diletakkan oleh pengalaman sebelumnya.

9. Tambahan Ilmu

Menambah ilmu setiap saat sangat signifikan bagi kehidupan manusia. Rasulullah SAW sampai bersumpah: Demi Allah seandainya aku tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak melihat matahari saat itu. Ini adalah isyarat bila kita menginginkan kehidupan yang lebih baik maka manhaj-nya adalah dengan menambah ilmu-pengetahuan: Man arada ad-dunya fa’alaihi bi al-’ilmi wa man arada al-akhira fa’alaihi bi al-’ilmi wa man aradahuma fa’alaihi bi al-’ilmi (Alhadits).
Sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut ilmi, maka penulis perlu memaparkan beberapa janji Allah SWT dan pesan Rasul, di antaranya: mengistimewakan mereka dari yang tidak berilmu (QS al-Zumar, 39:9), memberi derajat yang lebih tinggi (QS al-Mujadilah, 58:11), mempermudah jalan menuju surga (HR Muslim), menyamakan kedudukan mereka dengan orang yang berjuang di jalan Allah (HR Turmudzi), memberi keistimewaan yang lebih dari orang yang hanya beribadah, ilmu dijadikan sebagai warisan yang terus menerus memproduksi amal kebajikan yang tak putus karena kematian (HR Muslim).

Dalam meningkatkan ‘ubudiyah kepada Allah harus berlandaskan ilmu (‘ala ilmin) untuk dapat memahami kebesaran dan kekuasaan-Nya: Innama yakhsa Allah min ‘ibadihi al-’ulama. Artinya, sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (QS Fathir, 35:28). Berarti ilmu merupakan pelita-obor yang dapat menerangi jalan menuju Tuhan. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang kita lakukan nilainya rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.


6. Strategi Pendidikan Seumur Hidup

Adapun strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup sebagaimana diinventarisir Prof. Sulaiman Joesoef, meliputi hal-hal berikut :
1. Konsep-konsep Kunci Pendidikan Seumur Hidup
a. Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri. Sebagaimana suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.
b. Konsep belajar seumur hidup. Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar karena respons terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
c. Konsep Belajar Seumur Hidup. Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi peroblema dan terdorong tinggi sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia, dan menerima tantangan dan perubahan seumur hiudp sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.
d. Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup. Dalam konteks ini, kurikulum didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup betul-betul telah menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar seumur hidup.

2. Arah Pendidikan Seumur Hidup

a. Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa
Sebagai generasi penerus, para pemuda ataupun dewasa membutuhkan pendidikan seumur hidup dalam rangka pemenuhan sifat “Self Interest” yang merupakan tuntunan hidup sepanjang masa. Diantaranya adalah kebutuhan akan baca tulis bagi mereka pada umumnya dan latihan keterampilan bagi pekerja.
b. Pendidikan seumur hidup bagi anak
Pendidikan seumur hidup bagi anak, merupakan sisi lain yang perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan oleh karena anak akan menjadi “tempat awal” bagi orang dewasa artinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pengetahuan dan kemampuan anak, memberi peluang besar bagi pembangunan pada masa dewasa. Dan pada gilirannya masa dewasanya menanggung beban hidup yang lebih ringan.

Pendidikan Gratis

A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UU R.I. No. 2 Tahun 1989, Bab I, Pasal I)Pada rumusan ini terkandung empat hal yang perlu digarisbawahi dan mendapat penjelasan lebih lanjut. Dengan “usaha sadar” dimaksudkan, bahwa pendidikan diselenggarakan berdasarkan rencana yang matang, mantap, jelas, lengkap, menyeluruh, berdasarkan pemikiran rasional-objektif.Pendidikan tidak diselenggarakan secara tak sengaja, atau bersifat insidental dan seenaknya, atau berdasarkan mimpi di siang bolong dan penuh fantastis.Fungsi pendidikan adalah menyiapkan peserta didik.“Menyiapkan” diartikan bahwa peserta didik pada hakikatnya belum siap, tetapi perlu disiapkan dan sedang menyiapkan dirinya sendiri. Hal ini menunjuk pada proses yang berlangsung sebelum peserta didik itu siap untuk terjun ke kancah kehidupan yang nyata. Penyiapan ini dikaitkan dengan kedudukan peserta didik sebagai calon warga negara yang baik, warga bangsa dan calon pembentuk keluarga baru, serta mengemban tugas dan pekerjaan kelak di kemudian hari.Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan.Bimbingan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan masalah, menanggulangi kesulitan sendiri. Pengajaran adalah bentuk kegiatan di mana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan (khususnya guru/pengajar) dan peserta didik untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan. Pelatihan prinsipnya adalah sama dengan pengajaran, khususnya untuk mengembangkan kerampilan tertentu.
Produk yang ingin dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan yang memiliki kemampuan melaksanakan peranan-peranannya untuk masa yang akan datang. Peranan bertalian dengan jabatan dan pekerjaan tertentu, tentunya bertalian dengan kegiatan pembangunan di masyarakat.Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungai secara adekwat dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dan perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar.Dengan berbagai kesempatan belajar itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran.Untuk bisa menciptakan kualitas pendidikan yang baik dan yang memenuhi persyaratan diatas diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang membuat pendidikan itu dapat berjalan dengan baik, salah satunya “pendidikan gratis”, namun apakah benar realisasinya.
B. Pendidikan Dasar Menurut Undang-Undang
Pendidikan merupakan suatu wahana di mana kita dapat mengetahui berbagai ilmu pengetahuan dan tata cara hidup berkualitas, sehingga kita dapat tumbuh menjadi manusia yang dapat berfikir untuk jangka panjang dan cerdas membangun bangsa. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan akses pendidikan yang memungkinkannya memiliki kesadaran kritis dalam menyikapi dinam dan fenomena yang terjadi di masyarakatnya.Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.Pendidikan dasar menurut Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.Pendidikan dasar yang dimaksud adalah pendidikan 9 tahun, ini berarti pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah tingkat SD dan SMP dimana anak berusia tujuh samapi limabelas tahun.Selain itu juga pemerintah dituntut untuk mengalokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan.Sangat jelas, bahwa undang-undang telah mengamanatkan kepada pemerintah, untuk memperhatikan pendidikan.Namun kenyataan sekarang, belum ada langkah nyata dari pemerintah. Sedikit sekali pemerintah kota / kabupatan yang peduli terhadap amanat undang-undang. Menurut data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional berkaitan dengan analisis Biaya Satuan Pendidikan (BSP) untuk pendidikan dasar dan menengah, biaya yang dikeluarkan meliputi ;Buku dan alat tulis, Pakaian dan perlengkapan sekolah, akomodasi, transportasi, konsumsi, kesehatan, karyawisata, Uang saku, kursus, dan iuran sekolah.Dari biaya-biaya tersebut, sangatlah tidak mungkin jika biaya harus dibebankan pada orangtua, mengingat masih banyak rakyat Indonesia yang miskin. Keadaan ini tampak sekali masih banyak anak yang putus sekolah, pengangguran dan sebagainya karena hanya alasan tanpa biaya.Biaya merupakan faktor penting dalam pendidikan.Namun memenuhi hajat hidup dalam hal ini kebutuhan pokok lebih penting.Hal ini yang menyebabkan banyak orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya. Banyak sekali anak usia sekolah yang harus membantu orangtuanya mencari nafkah.Oleh karena itu undang-undang mengamanatkan agar pemerintah memperhatikan anak-anak usia sekolah agar dapat mengikuti pendidikan dasar tanpa dibebani biaya yang dapat menghambat proses pendidikan. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 2 yang berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Kalau dikaji isi dari pasal 11 ayat 2 UU Sisdiknas tahun 2003, banyak makna yang terkandung didalamnya, diantaranya : Dana untuk pendidikan dasar merupakan tanggung jawab pemerintah, anak usia sekolah yaitu usia tujuh sampai lima belas tahun berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa dikenakan biaya.
Anak yang berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya ini tidak memandang dari golongan miskin atau kaya.Mereka semua merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, kenyataan yang terjadi adalah janji tinggallah sebuah janji, tak pernah ada pembuktian .Pendidikan gratis hanya menurunkan mutu pendidikan kita.Pemerintah atau pejabat terkait pun menjadikannya sebagai ladang keberuntungan.
C. Pengertian pendidikan gratis
Pendidikan gratis adalah sebuah kebijakan pemerintah yang dimana siswa tidak lagi dibebankan dengan bermacam-macam biaya mulai dari uang pangkal, uang sekolah, uang komite, dan buku penunjang utama. Sementara itu, untuk biaya-biaya lain, tidak ditanggung oleh pemda, misalnya, biaya transportasi, pakaian seragam, dan biaya-biaya lain (penambahan materi, darmawisata, dan sebagainya).Dengan kata lain, komponen biaya untuk memenuhi kebijakan ‘pendidikan gratis’ adalah berupa subsidi. Subsidi ini pun masih disertai sejumlah persyaratan, yaitu jika besaran dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi lebih kecil dari biaya operasional sekolah, pemerintah kota dan siswa harus menutupi kekurangan dana tersebut. Begitu juga, bila dana yang diberikan jumlahnya sama atau lebih besar, orang tua siswa dibebaskan dari iuran pendidikan.Itu berarti bahwa sumber pembiayaan dari program ‘pendidikan gratis’ ini dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua. Apalagi, masing-masing sekolah memiliki kebijakan berbeda menyangkut besaran iuran yang mesti ditanggung oleh sekolah dan orang tua.Kalaupun pemda memberikan subsidi iuran sekolah, tak terelakkan, masih ada orang tua di sekolah tertentu masih dibebani oleh sejumlah iuran sekolah.Sungguh ironis jika sampai dengan saat ini pendidikan masih belum mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa ini. Padahal sudah sejak lama pendidikan diperjuangkan oleh para the fonding fathers bangsa ini dengan mengorbankan cucuran airmata dan darah. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya komitmen dan perhatian pemerintah dalam pelaksaaan pembangunan bidang pendidikan.Pemerintah seharusnya dengan sungguh–sungguh melaksanakan langkah strategisnya yang menitikberatkan pada 3 hal pokok yaitu : Pertama peningkatan pemerataan dan akses pendidikan seluas-luasnya. Kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing untuk semua jenjang pendidikan. Ketiga, peningkatan tata kelola,akuntabilitas dan pencitraan publik dalam bidang pendidikan. Hingga saat ini nampaknya kebijakan pendidikan nasional belum mengarah ke sana. Pemerintah juga seharusnya menjauhkan kebijakan pendidikan dari kepentingan pragmatis atau kepentingan politis.Seringkali pendidikan hanya dijadikan barang jualan politik selama masa kampanye.Misalnya isu pendidikan gratis adalah salah satunya.
Sekarang banyak wacana menarik yang berkembang di masyarakat, salah satunya,Pendidikan Gratis. Program ini merupakan program unggulan (atau lebih tepat dikatakan program janji kampanye) dari para calon Gubernur yang ingin dipilih yaitu, semua sekolah negeri (kecuali yang memakai Standar International)dan beberapa sekolah swasta diminta untuk bersama-sama menyukseskan program ini.Namun, program yang di sambut suka cita sama masyarakat menengah kebawah, ternyata tidak disambut baik oleh kalangan pendidik. Guru khususnya. Program ini konon kabarnya hanya akan menurunkan kesejahteraan guru.Dari sini timbullah pro kontra terhadap program ini. Kalangan masyarakat menengah bawah, jelas menyambut janji Gubernur terpilih untuk merealkan pendidikan gratis ini, dimana semua biaya yang menyangkut pendidikan GRATIS.Mulai dari SPP, biaya ujian, uang buku, dan semua biaya lainnya. Sekolah dilarang keras untuk memungut biaya!!! Bahkan baju olahraga pun menjadi tidak wajib lagi dikenakan oleh siswa, jika siswa mampu dan mau, bisa membeli baju tersebut, dan sebaliknya jika tidak mampu, tidak ada paksaan, toh masih ada baju sehari-hari.Berbeda dengan masyarakat menengah bawah, kalangan pendidik jelas keberatan dengan adanya program ini, kesejahteraan guru mulai menurun, tidak ada uang tambahan lagi yang bisa didapatkan oleh guru, misal tambahan dari les-les, persenan dari hasil menjual LKS(Lembar Kerja Siswa) atau buku panduan.Menurut pribadi penulis, tidak ada yang salah dengan program pemerintah ini, toh sudah ada beberapa Negara yang mensubsidi pendidikan masyarakatnya, sehingga biaya hidup masyarakatpun berkurang. Dan hasilnya, tidak diragukan, apalagi SDM tetap berkualitas.Asal program ini didukung sepenuhnya dari berbagai pihak.Percuma pemerintah punya program seperti ini, jika ada beberapa kalangan yang tidak mendukung penuh.Hanya saja mungkin tehnis yang masih perlu dibenahi.Penyakit masyarakat kita dalam masalah mutu adalah, semakin murah bahkan gratisnya sebuah pelayanan, maka mutunya semakin menurun, hal ini yang kurang diperhitungkan oleh pemerintah. Sekolah jelas tiap bulan harus membayar gaji guru dan karyawan, mengeluarkan biaya operasional sekolah seperti listrik, air, telepon, internet dan tentu biayanya tidak sedikit, lalu pihak sekolah darimana mendapatkan biaya tersebut, jika kompensasi dari pendidikan gratis dibayarkan pertriwulan. Lalu kalau kondisi seperti ini, mengakibatkan guru (walau tidak semua,tapi tidak bisa dipungkiri, hampir semua orang jelas money oriented, ditambah kebutuhan hidup yang kian hari kian mencekik, guru juga membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga kadang menjadi ogah-ogahan untuk mengajar, hal ini tentu saja mengakibatkan anak didik menurun dari segi kualitas.Mungkin kalau semua guru di negeri ini seperti Ibu Mus dalam Buku Laskar Pelangi, Program pemerintah ini akan menjadi lebih mudah terealisasi tanpa ada pro dan kontra, kualitas tidak perlu diragukan, dan guru pun dengan suka cita mengajarkan semua hal yang baru kepada anak didik, karena mengajar merupakan separuh nafasnya. Apalagi jelas kondisi yang ditawarkan pemerintah jauh lebih baik dari sekolah para Laskar pelangi.Tidak ada alasan mendasar memang untuk menolak itikad baik pemerintah ini, hanya saja banyak yang perlu di tinjau ulang, Pemerintah meninjau hal tehnis, dan para pendidik pun meninjau kedalam hati mereka, jangan sampai imbas dari pendidikan Gratis ini membuat kualitas pendidikan semakin terpuruk, lalu mau jadi apa generasi kita yang akan datang?Yang menjadi masalah selama ini, mutu pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari harapan banyak pihak.Ini dibuktikan bahwa bangsa Indonesia masih belum mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dibanyak bidang sehingga tertinggal bahkan dari bangsa-bangsa tetangga di kawasan Asia-Tenggara. Disampimg itu sasaran pendidikan di Indonesia saat ini juga makin tidak jelas, ingin menghasilkan manusia Indonesia yang seperti apa? Apakah ingin menghasilkan manusia Indonesia dengan prestasi akademis yang tinggi atau ingin menghasilkan manusia Indonesia yang siap masuk ke bursa kerja atau ingin menghasilkan manusiaIndonesia yang punya moral terpuji?Idealnya memang ketiga-tiganya menjadi sasaran: disamping menghasilkan manusia Indonesia yang punya prestasi akademis yang tinggi, siap masuk bursa kerja dan punya moral yang terpuji. Sayangnya dari ketiga-tiganya tersebut di atas secara umum sasaran pendidikan di Indonesia tidak ada satupun yang tercapai.
a) Landasan konstitusional
Dalam Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945 alinea ke-4 dinyatakan bahwa pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pernyataan itu menyiratkan adanya kesadaran yang tinggi dari para founding father kita bahwa pendidikan adalah elemen terpenting dalam upaya mewujudkan kesejahteraan bangsa. Pernyataan itu kemudian diperkuat dalam Batang Tubuh UUD RI tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan Pasal 31 ayat (2) Semua warga negara wajib memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya .Kemudian, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 34 ayat 2 dinyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jika mengacu pada Pasal 31 ayat (1) UUD Negara RI 1945 di atas, pendidikan adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara. Pihak mana pun tidak berhak untuk mengecualikan orang lain untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan,adakewajiban bagi pemerintah untuk membiayainyaDengan kata lain, pemerintah, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, sampai pemerintah kabupaten dan kota, harus menjamin penyelenggaraan pendidikan tanpa memungut biaya (Pasal 34 ayat 2 UU tentang Sisdiknas). Ini bisa berarti, biaya-biaya terkait dengan penyelenggaraan pendidikan ditanggung oleh negara.Akan tetapi, jika mengacu kepada Pasal 9 dan 34 UU tentang Sisdiknas, redaksi Pasal 31 UUD Negara RI 1945 menjadi tereduksi. Dalam kedua pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat mempunyai kewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (Pasal 9) dan memiliki tanggung jawab menyelenggarakan program Wajib Belajar (Pasal 34).Jelas, bahwa memang terjadi conflicting atau jika lebih eufimistik, ‘pemerintah masih ragu-ragu’ untuk mengambil alih seluruh tanggung jawab dan kewajibannya menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negaranya.Dalam ilmu ekonomi, penggunaan istilah gratis bisa disamakan dengan public good , yaitu sebuah barang atau produk yang tidak akan berkurang meskipun dikonsumsi oleh seorang individu. Individu lain juga berhak atas barang tersebut tanpa boleh pihak lain menolaknya. Secara sederhana, public good berarti tidak ada pengecualian dan tidak ada rival (persaingan). Contoh, jika seseorang menghirup udara atau minum air di telaga, tidak akan mengurangi secara signifikan jumlah air yang tersedia untuk orang lain. Dalam hal ini, ilmu ekonomi menyebut udara dan air itu sebagai benda atau barang bebas, yaitu benda atau barang yang diperoleh tanpa pengorbanan.Pada titik ekstrem, lawan dari public good adalah private good , yaitu barang atau benda yang untuk memperolehnya memerlukan pengorbanan dan persaingan. Hanya kalangan tertentu yang bisa memilikinya.Dari dua kategori di atas, di manakah sepatutnya posisi pendidikan ditempatkan?
Jika mengacu kepada landasan konstitusional dan yuridis di atas, di mana negara punya kewajiban untuk membiayai pendidikan (non- rivalness ), memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara berhak untuk mendapatkannya (non- excludable ). Serta, masyarakat tidak memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya maka pendidikan adalah public good .Pendidikan adalah benda bebas yang bisa dimiliki oleh setiap warga negara.Dalam framework ini, terma pendidikan gratis mungkin menemukan relevansi. Akan tetapi, jika dalam penyelenggaraan pendidikan, publik masih harus mengeluarkan biaya lain di luar biaya yang ditanggung pemerintah, misalnya, biaya baju seragam, transportasi, biaya darmawisata, buku-buku di luar yang didanai BOS Buku, dan sebagainya, ada unsur rivalness (hanya mereka yang bisa membeli baju seragam, transportasi, dan buku-buku penunjang, serta mampu membayar biaya-biaya lainnya yang bisa bersekolah). Bahkan, untuk sekolah-sekolah tertentu, seperti sekolah-sekolah elite yang hanya dimasuki oleh kalangan tertentu, posisi pendidikan menjadi private good yang meng- exclude pihak lain yang tak mampu dan menimbulkan rivalitas antara si kaya dan si miskin.
Terlepas dari adanya conflicting antara amanat dalam konstitusi dan UU tentang Sisdiknas, serta mengacu pada kondisi ideal seperti yang diharapkan dalam konstitusi kita bahwa pendidikan seharusnya diposisikan sebagai public good , serta membaca realitas bahwa pendidikan tidaklah murni public good maka format yang lebih tepat adalah model public private partnership . Dalam model ini, peran dan fungsi negara dalam bidang pendidikan adalah intermediate function , yaitu suatu peran pemerintah di mana pemerintah tidak sepenuhnya menanggung biaya untuk sektor pendidikan, tetapi wajib menanggung semua biayauntuk level pendidikan dasar.Dengan demikian, jika pemerintah benar-benar melaksanakan komitmennya untuk membiayai seluruhnya penyelenggaraan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar, terma ‘pendidikan gratis’ patut untuk disematkan.Ini juga terkait dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang dicanangkan pemerintah.Akan tetapi, di kutub yang lain, ketika pemerintah hanya sanggup membiayai sekolah negeri, bukan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, di sinilah model public private partnership menemukan relevansinya.


b). Mengapa harus gratis

Jika kita masih mempertanyakan mengapa biaya pendidikan harus gratis maka sebaiknya kita kembali ke tahun 1945 ketika kita memproklamirkan diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka yang bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya. Bagaimana mungkin kita akan dapat mencerdaskan bangsa ini jika untuk mendapatkan pendidikan dasar saja warga negaranya kesulitan karena pendidikan yang dikelola oleh pemerintah mahal harganya? Apa gunanya kita merdeka jika ternyata pendidikan dasar dengan kualitas buruk pun harus kita peroleh dengan biaya mahal? Mana berkah kemerdekaan yang kita cita-citakan sejak setengah abad yang lalu tersebut?Apakah kita harus menunggu hingga satu abad baru cita-cita kemerdekaan tersebut bisa kita peroleh?Cobalah tengok negara-negara maju atau negara-negara tetangga. Tanpa gembar-gembor :”Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.” “Prioritas utama pemerintahan kita adalah peningkatan kualitas SDM!”, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, “Menuntut Ilmu adalah kewajiban sejak dalam buaian sampai liang kubur”, “Hanya dengan SDM yang berkualitas kita dapat membangun negeri ini,” dan berbagai jargon-jargon politik lain, mereka secara otomatis sejak semula sudah menggratiskan biaya pendidikan bagi warga negaranya. Di Sabah tetangga dekat kita saja sejak bayi lahir disana, entah warga negara atau bukan, sudah berhak untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan gratis.Apalagi di negara-negara maju macam Jerman, Inggris, Belanda, Australia, dll.Bahkan warganegara asingpun jika tinggal disana juga berhak mendapatkan pendidikan gratis.Bukan hanya pendidikan dasar tapi bahkan sampai perguruan tinggi. Nah! Apakah pemerintah masih mau mengelak lagi dari kewajibannya memberikan biaya pendidikan dasar bagi warganegara kita sendiri?Bagi Indonesia jaminan akses terhadap pendidikan dasar sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Di dalamnya terdapat kewajiban yang harus dilakukan pemerintah termasuk masalah biaya. Kewajiban pemerintah yang menyediakan biaya pendidikan dasar tertuang dalam amanat UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
Pasal 11 ayat 2 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 berbunyi “Pemerintah dan pemerintah derah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.Berdasarkan undang-undang tersebut seharusnya pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi untuk melaksanakannya. Karena selain tuntutan dari undang-undang, pendidikan juga dapat meningkatkan kesejahteraan warganya.Di era otonomi daerah, apalagi menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), seringkali pendidikan dijadikan alat kampenye dari para calon kepala daerah. Dari “pendidikan gratis”, “pemerataan pendidikan”, “pendidikan yang berkualitas”, “pendidikan yang cerdas dan berkualitas” dan lain-lain jika mereka terpilih kelak. Kalau kita lihat dari pengalaman, banyak program-program yang ditawarkan pada saat kampanye belum ataupun tidak dilaksanakan.Jangan sampai pendidikan dijadikan alat komoditas politik hanya untuk mengumpulkan suara, tanpa menjadikannya suatu kenyataan sesuai janji-janji mereka.Kita lihat saja nanti.
c). Mencermati Pendidikan Gratis
Peribahasa Jawa “Jer basuki mawa bea” rasanya tak salah jika direnungkan kembali, apalagi jika dikaitkan dengan pendidikan gratis, yang selalu saja menjadi modal utama dalam dunia politik. Pendidikan merupakan harga mati dalam sebuah kehidupan karena pendidikan adalah hak asasi manusia seperti yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights. Untuk membangun masyarakat madani diperlukan manusia yang cerdas dan kompeten. Di samping itu, era global yang ditandai dengan lahirnya masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Keempat aspek tersebut dapat diperoleh melalui proses pendidikan, dan pendidikan sendiri akan berjalan dengan baik jika didukung oleh berbagai pihak terkait pemerintah, baik pusat maupun daerah, orang tua, dan masyarakat.
Untuk membangun berdirinya pendidikan yang kokoh, Indonesia sudah lebih dari 15 tahun menanamkan fondasi pendidikan dasar dengan mencanangkan program wajib belajar mulai dari 6 tahun hingga diperluas menjadi 9 tahun. Meskipun demikian, masih saja belum jelas apakah Indonesia mampu melaksanakan wajib belajar (compulsory education) atau universal education yang artinya pendidikan dapat dinikmati oleh semua anak di semua wilayah, mengingat status wilayah pandangan hidup sebagian besar rakyat Indonesia tentang pendidikan. Dua konsep tersebut berbeda dan hal ini jelas tertuang dalam keputusan internasional, yakni Declaration on Education for All di Jomtien, Thailand tahun 1990 yang menegaskan bahwa compulsory education bukan universal education. Wajib belajar berimplikasi terhadap pembebasan biaya sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk menyukeskan pendidikan dasar sembilan tahun sedangkan universal education berimplikasi pada ketersediaan tempat belajar.Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sebelum menjanjikan pendidikan gratis apakah para calon pimpinan daerah sudah menghitung biaya satuan? Pertanyaan kedua, jika ternyata biaya satuan di tingkat sekolah lebih besar daripada dana BOS, siapa yang akan menutup kekurangan tersebut? Kebijakan pendidikan gratis jelas tidak membebankan kekurangan biaya pendidikan kepada orang tua. Alternatifnya hanya dua, yaitu dipenuhi oleh pemerintah daerah atau dibiarkan tanpa satu pihak pun menutupnya. Mau atau tidak pemda yang akan menutup kekurangan biaya di sekolah seperti yang telah dinyatakan dengan jelas dalam aturan BOS bahwa pemerintah daerah wajib memenuhi kekurangan biaya operasional sekolah dari APBD yang ada. Ini berarti, diperlukan alokasi APBD yang cukup besar, sesuai dengan jumlah murid yang harus menempuh pendidikan dasar.Sebagai gambaran, jika selisih antara biaya satuan dan BOS adalah Rp 15.000 dan di suatu kabupaten terdapat 200.000 murid SD, diperlukan tambahan APBD senilai Rp 3 miliar untuk tingkat SD, belum lagi ditambah untuk tingkat SMP. Semakin besar selisih antara BOS dan biaya satuan, dan semakin besar jumlah murid di suatu daerah akan semakin besar alokasi APBD yang diperlukan. Jika APBD daerah tersebut tidak dapat menutup kekurangan BOS, siapa yang harus bertanggung jawab sementara kebijakan pendidikan gratis harus konsisten dilaksanakan? Apabila hal tersebut tetap dilaksanakan, kemungkinan terbesar yang terjadi adalah penyelenggaraan pendidikan tidak sesuai dengan standar.Beberapa fakta tentang BOS menunjukkan sebagai berikut. Pertama, pemda menganggap BOS tidak cukup, sehingga mengalokasikan dana APBD dalam jumlah cukup besar sebagai "pendamping BOS", untuk bisa menggratiskan pendidikan. Sebagai ilustrasi, kota Bekasi mengalokasikan APBD 2008 cukup besar untuk pendamping BOS, sekitar Rp 30.000 per siswa per bulan untuk SD plus biaya operasional sekolah lainnya sebesar Rp 21.500, dengan total dana yang dialokasikan untuk pos ini adalah Rp 61,5 miliar (Republika, 3 Januari 2008). Ini merupakan kondisi yang mendekati ideal, keperluan operasional sekolah terpenuhi dengan baik dan masyarakat dapat menikmati pelayanan pendidikan tanpa harus membayar.
Kedua, pemda menganggap BOS tidak cukup sehingga pemda tidak mengalokasikan atau mengalokasikan APBD dalam jumlah kecil, tetapi masih memperbolehkan sekolah menarik dana partisipasi dari masyarakat. Langkah ini tidak populer, karena masyarakat masih dibebani dengan biaya pendidikan. Akan tetapi, dalam kondisi seperti ini pihak sekolah terbantu karena kekurangan dana operasional masih bisa ditutup dengan kontribusi dari orang tua atau masyarakat. Ketiga, pemda menganggap dana BOS sudah cukup bagi sekolah, sehingga pemda menggratiskan sekolah, tetapi tidak mengalokasikan atau mengalokasikan dalam jumlah kecil APBD-nya untuk keperluan operasional sekolah. Ini merupakan kondisi yang sangat menyulitkan banyak sekolah karena dikhawatirkan berimplikasi buruk pada kualitas pendidikan. Di sisi lain, masyarakat menikmati sekolah gratis, meskipun ada ancaman penurunan kualitas yang belum tentu dirasakan dengan segera.Situasi di atas menunjukkan bahwa pendidikan gratis tidak selalu baik bagi masyarakat. Masyarakat memang memerlukan pendidikan yang murah, tetapi pada saat yang sama juga memerlukan pendidikan yang bermutu dan harus disadari betul bahwa segala sesuatu memang memerlukan pengorbanan finansial. Sayangnya, murah dan bermutu tidak selalu bisa berjalan seiring, lagi-lagi mengutip pepatah Jawa “ Ana rega ana rupa”. Dalam kasus tertentu, bagi pemda yang tidak mengalokasikan APBD dalam jumlah yang cukup untuk keperluan operasional sekolah, kebijakan pendidikan gratis justru menjadi perangkap. Kualitas pendidikan, yang sudah sering diragukan, akan semakin terpuruk akibat tidak terpenuhinya kebutuhan operasional sekolah. Oleh karena itu, masyarakat harus cukup cerdas dalam mencermati wacana pendidikan gratis.

D) Indikator pendidikan gratis

”PEMERINTAH dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajarminimalpada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” (UU Sisdiknas Pasal 34, ayat (2). Inilah dasar hukum mengapa pendidikan dasar harus gratis, meskipun dalam UU Sisdiknas sendiri terminologi ‘gratis’ tidak dikenal.Karena politisi dan para calon bupati/walikota dan bahkan calon gubernur kebanyakan telanjur menggunakan istilah pendidikan gratis ketika berkampanye untuk menduduki posisinya masing-masing, pendidikan gratislah yang paling menjadi terkenal beberapa tahun terakhir ini pendidikan gratis banyak dikumandangkan untuk berkampanye para politisi, bupati/walikota dan bahkan gubernur dalam rangka merebut simpati para pemilihnya. Namanya juga janji. Ada yang ketika mereka benar-benar menjadi pejabat publik, kemudian langsung memenuhinya dan juga ada yang tidak peduli sama sekali. Mereka yang memenuhi kemudian memang memiliki political will dan dengan demikian mengalokasikan dana dari APBD mereka untuk menggratiskan wajib belajar (wajar) pendidikan dasar di daerah kekuasaannya. Pada konteks seperti ini, pendidikan gratis bisa berjalan dengan wajar sehingga sekolah masih memiliki cukup sumber daya untuk berkembang dan melakukan inovasi yang memerlukan biaya.Dalam konteks seperti ini sekolah tidak dipasung dengan utopia pendidikan gratis. Dengan demikian ketika pemda sanggup menambahi dana untuk membiayai operasional sekolah maka sekolah masih memiliki ruang untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan di sekolahnya masing-masing.
E). Pandangan masyarakat terhadap pendidiakan gratis
Pada tataran bawah, sebutlah tingkat kabupaten/kota sampai ke sekolah, ”pendidikan gratis” membawa dampak pada sejumlah persoalanKosakata dan implementasinya menimbulkan salah tafsir dan pertentangan pendapat. Di satu pihak gratis itu berarti tanpa ada pungutan apa pun, tetapi di pihak lain sering dikatakan gratis hanya untuk komponen tertentu. Implementasi pendidikan gratis terbukti meresahkan sekolah-sekolah swasta karena sumber pendanaannya yang kian terbatas/tersumbat karena masyarakat sering tidak amat peduli terhadap perbedaan negeri dan swasta dalam pembiayaan. Kebijakan pendidikan gratis ternyata hanya menyangkut komponen biaya operasional, sedangkan biaya investasi dan biaya perseorangan (sesuai PP No 47/2008) tidak termasuk di dalamnyaberbeda dan terbatasnya kemampuan pendanaankabupaten/kota untuk menunjang pendidikan gratis ini sehingga implementasi gratis di satu kabupaten berbeda dengan kabupaten lain.Kebijakan pendidikan gratis telah begitumenyurutkan peran serta masyarakat. Dan tragisnya, termasuk segala bentuk iuran dihilangkan (termasuk iuran saat ada kematian warga sekolah).Mungkin ini hanya terjadi di Jawa Tengah—terbukti subsidi pendidikan untuk 22.295 SD dan SMP di Jawa Tengah sudah menghabiskandana Rp 11 triliun pada 2009.Nuansa politis pendidikan gratis lebih mengemuka dibandingkan kandungan maksudnya. Contohnya, para siswa dari keluarga kaya tidak dipungut biaya apa pun karena pendidikan gratis dimaknai secara politis sebagai ”hasil perjuangan politis” yang harus dinikmati oleh siapa pun tanpa membedakan kaya miskin.
F.).Implementasi Pendidikan gratis
Kebijakan pendidikan gratis telah diputuskan, uang/pembiayaan telah disediakan, tetapi implementasi di tingkat bawah (sekolah dan masyarakat) menimbulkan banyak persoalan,.Jalan keluar terbaik harus ditemukan/disepakati bersama dalam empat pokok pikiran substansial.Seiring dengan berjalannya era otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan termasuk di bidang pendidikan di daerahnya masing-masing, salah satunya adalah implementasi kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Banyuwangi. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis dan faktor-faktor apa sajakah yang menghambat implementasi kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Banyuwangi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti memakai metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam tidak hanya kepada aparat pelaksana tetapi juga kepada masyarakat selaku kelompok sasaran.Sedangkan pengumpulan data sekunder melalui dokumentasi.Teknik penentuan informan, secara purposive yang selanjutnya berkembang dengan teknik snowball.Hasil penelitian dari penelitian ini adalah dalam implementasi kebijakan pendidikan gratis telah terjadi unsuccenssfull implementation (implementasi yang tidak berhasil) dimana kebijakan ini tidak berhasil mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki yaitu membebaskan masyarakat dari beban biaya pendidikan. Tidak berhasilnya implementasi kebijakan pendidikan gratis ini disebabkan oleh masih adanya faktor-faktor yang mampu menjadi menghambat dalam implementasi kebijakan pendidikan gratis sehingga kebijakan pendidikan gratis tidak dapat diimplementasikan secara sempurna, antara lain tidak adanya kejelasan informasi terutama tentang keterlambatan dana mengganggu hubungn kerjasama antar aparat pelaksana, sumberdaya anggaran berupa dana bantuan pendidikan yang belum mencukupi kebutuhan sekolah, kurangnya sumberdaya informasi mengenai ketaatan aparat pelaksana, SOP untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan gratis belum ada dan dukungan wali murid terhadap implementasi kebijakan pendidikan gratis masih kurang yang ditunjukkan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan pendidikan gratis.
G). Gratis atau Subsidi
Rencana pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah, patut disambut dengan gembira.Dan, mungkin inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada umumnya di seluruh penjuru nusantara.Lagipula, planning untuk mengalokasikan subsidi BBM ke sektor pendidikan itu, tampaknya telah sepakati oleh beberapa fraksi di dewan perwakilan rakyat.Kabar tersebut seperti diberikatakan oleh bebarapa media elektronik dan cetak nasional beberapa waktu yang lalu.Namun pertanyaan yang mengganjal di hati kami adalah, mampukah mutu pendidikan menjadi lebih meningkat hanya dengan membebaskan biaya pendidikan formal? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setidaknya upaya itu ditempuh untuk mencegah bertambahnya para anak muda yang drop out, putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.subsidi pendidikan dialokasikan sebaiknya tidak hanya diperuntukkan terbatas pada siswa sekolah saja, melainkan juga untuk kesejahteraan guru (atau bahkan orang tua/wali siswa?). Jangan lupa, seorang guru pun bisa saja tidak mampu mencukupi kebutuhan pimer sehari-harinya.Ini juga untuk menghindari adanya 'kecemburuan sosial' terhadap anak didiknya. Jika persoalan ekomomis guru terbantukan, -untuk tidak dikatakan terpenuhi-maka setidak-tidaknya akan tumbuh semangat yang menyala untuk memotivasi siswa agar terus maju dan giat belajar dan bekerja. Siswa yang berprestasi -tanpa memandang tingkat status ekonomi-layak diberi award,penghargaan, misalnya berupa beasiswa melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Contoh semacam ini akan menjadi pemicu bagi siswa yang lain, utamanya dari golongan yang kurang mampu, untuk bisa mengejar ketertinggalannya, dalam bidang akademik dan non akademik. Perlu adanya jalur khusus bagi siswa yang memiliki bakat dan minat yang berbeda, umpamanya dengan cara memberikan sejumlah ketrampilan yang diminatinya. Ini untuk mencegah tekanan jiwa pada siswa yang hanya memiliki kemampuan intelejensi yang biasa-biasa atau pas-pasan saja, sehingga bisa menyalurkan skill yang tampak menonjol dalam dirinya dan bahkan potensi belum muncul sekalipun.


H) Dampak pendidikan gratis

Setiap program yang dibuat, tentunya akan menimbulkan dampak, baik dampak positif maupundampak negatif. Begitu pula dengan program pendidikan gratis, terdapat banyak dampak yang ditimbulkan. Adapun dampak positif yang dapat terjadi adalah :- Meratanya pendidikan di Indonesia dan tingkat pendidikan di Indonesia akan- Mencerdaskan para penerus bangsa- Meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia- Tingkat pengangguran akan berkurang- Tingkat kemiskinan akan turun- Memajukan pendidikan dan perekonomian bangsa
Dampak negatif yang dapat terjadi adalah :- Kurang dapat berkembang karena biaya operasional sekolah sangat tergantung dari bantuan pemerintah.- Orang tua tidak dapat menuntut banyak karena merasa telah mendapatkan kemudahan (pendidikan gratis).- Dana yang dikucurkan pemerintah menjadi sia-sia, jika orangtua kurang mendukung memotivasi anaknya untuk bersekolah.- Terjadinya penyelewengan dana jika kurangnya pengawasan yang ketat.
Dari sini kita dapat melihat bahwa salah satu dampak positif dari kebijakan pendidikan gratis ini adalah adanya peningkatan mutu pendidikan meskipun, peningkatannyatidak terlalu mencolok untuk sekarang ini.Ada 2 Faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, Khususnya di Indonesia yaitu, Faktor Internal, Meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departement Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan dan juga Sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik. Faktor Eksternal, Adalah masyarakat pada umunya. Dimana, masyarakat merupakan ikon dan merupakan tujuan dari pendidikan, atau kata lain sebagai objek pendidikan. Ingat akan sebuah pepatah yang mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari”.jangan sampai hal ini terjadi, kualitas pendidikan akan semakin meprihatinkan bayangkan saja ketika seorang murid memiliki moral yang “rusak”, maka kita pasti akan bertanya “siapa bapaknya?” atau orang akan bertanya “siapa gurunya?”
Faktor internal yang memberikan pengaruh lebih kepada anak didik yaitu pendidik--dalam hal ini guru. Meskipun semua fasilitas dalam sekolah itu sudah lengkap, namun jika guru sebagai pengajar tidak memiliki keterampilan dan ilmu yang baik maka kualitas atau mutu pendidikan--dilihat dari lulusan peserta didik-- akan semakin memprihatinkan.Jadimutu/kualitas dari keluaran sekolah bersubsidi penuh pendidikan grati sangat ditentukan oleh kinerja faktor internal dan eksternal secara seimbang, karena mutu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan berbagai faktor yang saling mendukung satu sama lain.Sekolah gratis pada jenjang pendidikan dasar yang dicanangkan pemerintah belum diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Akibatnya, pendapatan para guru, terutama pada jenjang SD dan SMP, menurun. Sebagian pendapatan guru selama ini ditopang oleh iuran yang dihimpun dari masyarakat.Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengatakan, permasalahan terutama terjadi pada guru-guru yang bertugas di perkotaan. Di dalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) perkotaan sekitar 60 persen untuk insentif tenaga pendidik, termasuk untuk instruktur ekstrakurikuler.
Ketika sekolah tidak diizinkan untuk memungut iuran dari masyarakat seiring dengan adanya bantuan operasional sekolah (BOS) dan pendidikan gratis, seluruh aktivitas di sekolah mengandalkan BOS. Padahal, dana BOS tidak memadai untuk operasional sekolah di perkotaan. ”Insentif tambahan dari iuran masyarakat sudah dihapuskan.

Pengertian Pendidikan

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
1. Menurut Bahasa
pendidikan berasal dari kata " Pedagogi" yaitu kata " paid" artinya " anak" sedangkan " agogos" yang artinya membimbing " sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai " ilmu dan seni mengajar anak" .
Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata " didik" , Lalu kata ini mendapat awalan kata " me" sehingga menjadi " mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

2. Menurut Para Ahli

a. John Dewey.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
b. M.J. Longeveled
Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
c. Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
d. Frederick J. Mc Donald
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
e. H. Horne
Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
f. J.J. Russeau
Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
g. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
h. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
i. Insan Kamil
Pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.


j. Ivan Illc

Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
k. Edgar Dalle
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
3. Menurut Undang-Undang dan GBHN
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara sedangkan menurut GBHN Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
4. Menurut Sudut Pandangnya
a. Pendidikan menurut sudut pandang luas
Menurut sudut pandang luas, pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan suatu hal yang telah diketahui itu. Keadaan seperti itu berlangsung di dalam segala jenisdan bentuk lingkungan sosial sepanjang kehidupan.
Selanjutnya, setiap jenis dan bentuk lingkungan itu memengaruhi pertumbuhan individu dalam hal potensi-potensi fisis, spritual, individual, sosial, dan religius. Sehingga menjadi manusia seutuhnya; manusia yang menyatu dengan jenis dan sifat khusus lingkungan setempat.
Dari keterangan tersebut, dpat ditarik suatu penilaian bahwa pendidikan adalah upaya sadar manusia untuk membuat perubahan dan perkembangan agar kehidupannya menjdi lebih baik, dalam artian menjadi lebih jauh. Kemajuan dan perkembangan kehidupan yang dimaksudkan adalah usaha pendidikan untuk menciptakan perkembangan kehidupan dari yang bersifat instingtif atau naluriah meninkat menjadi kehidupan beradab dan berbudaya. Jdi dalam arti yang seluas-luasnya, pendidikan adalah usaha terencana dalam hal pemberadaban dan pembudayaan kehidupan manusia.
Dalam arti luas, pendidikan dapat diidentifikasi karakteristiknya sebagai berikut:
 Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long education). Artinya, dari sejak kelahiran sampai pada hari kematian , seluruh kegiatan kehidupan manusia adalah kegiatan pendidikan.
 Pendidikan berlangsung disetiap lini kehidupan. Artinya, disetiap aspek kehidupan pasti terkandung pendidikan, terlepas apakah aspek itu diciptakan atau ada secara alami.adapun aspek kehidupan manusia itu mulai dari tingkat filosofis sampai pada tingkat paling praktis yaitu perilaku hidup.
 Pendidikan berlangsung disegala tempat di mana saja, maupun disetiap waktu kapan saja. Hal ini berarti bahwa pendidikan berada di setiap kegiatan kehidupann manusia yang berlangsung dimana dan kapan pun.
Jadi, Karena disetiap kegiatan manusia ada pendidikan, maka hakikat tujuan hidup merupakan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri. Eksistensi kehidupan manusia adalah eksistensi pendidikan. Antara kehidupan dan pendidikan bereksistensi seperti hubungan ko-eksistensial antara jiwa dan raga manusia.
b. Pendidikan menurut sudut sempit
Menurut pendekatan dalam sudut sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah. Pendidikan diartikan sebagai system persekolahan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana yang diselenggarakan oleh institut persekolahan (school education) untuk membimbing dan melatih peserta didik agar tumbuh kesadaran tentang eksistensi kehidupan dan kemampuan menyelesaikan setiap persoalan kehidupan yang selalu muncul.
Menurut posisi dan funsinya, lembaga pendidikan persekolahan adalah lanjutan dari pendidikan keluarga dan jembatan penghubung kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat mendatang bagi generasi muda. Dengan adanya pendidikan, keterampilan hidup seseorang akan bertambah. Dengan seiringnya perkembangan ketrampilan, diharapkan dapat mengisi lapangan kerja baru yang dibutuhkan didalam kehidupan masyarakat.
Dengan system pendidikan yang dilakukan, peserta didik mendapat bekal untukterjung dalam masyarakat. Adapun bekal yang didapat adalah:
 Kepribadian dengan potensial intelektual yang matang, sehingga mampu mengembangkan sikap ilmiah, benar, dan jujur
 Kepribadian yang matang potensi sosialnya sehingga mampu memerankan dirinya secara pragmatis dan berguna bagi upaya pengembangan kehidupan mayarakatnya.
Tentang arti pendidikan menurut sudut sempit, karakteristiknya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
 Pendidikan berlangsung dalam masa terbatas, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.
 Pendidikan berlangsung dalam ruang terbats, yaitu di lembaga persekolahan, dan dalam waktu terbatas, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
 Pendidikan berlangsung dalm satu lingkungan khusus yang disengaja diciptakan dalam bentuk kelas, dalam rangka efektivitas dan efesiensi kelangsungan proses pembelajaran.
 Isi pendidikan disusun secara sistematik dan terprogram dalam bentuk kurikulum.
 Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak lua, yaitu sekolah, terbatas pada kemampuan-kemampuan tertentu, untuk membentuk ketrampilan hidup (life skill education).
Jadi dari isi dan arti pendidikan, baik dari sudut luas maupun sampit, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan simultan diseluruh aspek kehidupan manusia, yang berlangsung di segala lingkungan dimana ia berada, disegala waktu, dan merupakan hak dan kewajiban bagi siapapun, serta terlepas dari diskrimanasi apapun.



Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.


B. SIFAT-SIFAT PENDIDIKAN

1. Pendidika formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan non formal
Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.



3. Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

C. JENIS-JENIS PENDIDIKAN

1. Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan formal.

3. Pendidikan akademik

Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4. Pendidkan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
5. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
6. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.

7. Pendidikan khusus

Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).

D. TUJUAN DAN PROSES PENDIDIKAN

1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dazn merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan
2. Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro.
E. FUNGSI PENDIDIKAN UMUM
Dalam undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menyimak pasal 3 diatas bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, menggambarkan bahwa yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik adalah potensi-potensi yang dimilikinya, bukan berarti menjejali dengan ilmu pengetahuan semata tanpa mempertimbangkan potensi-potensinya dalam hidup dan penghidupan selaku manusia yang mempunyai keinginan, nafsu, akal dan naluri kemanusiannya. Selanjutnya dikatakan disitu ”dan membentuk watak”, hal ini mengandung arti bahwa pendidikan yang dilakukan dapat membentuk watak, sikap, karakter individu yang berada pada lingkungan masyarakatnya, yang cenderung bersifat positif dan tidak bertentangan tatanan tabiat, watak, karakter manusia lainnya.
Kemudian dikatakan ”serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Peradaban bangsa yang bermartabat dengan kata lain suatu peradaban yang memili nilai-nilai luhur suatu bangsa yang sarat degan nilai-moral-norma bangsanya sendiri. Peradaban suatu bangsa akan diwarnai oleh kemajuan Pendidikan dan teknologinya, bagaimana pola hidup orang-orang yang sudah maju dalam pendidikannya, bagaimana pola hidup manusia yang sudah modern sebagai pembentukan dari kemajuan teknologi, semua itu semakin banyak mewarnai budaya suatu bangsa yang menjamaninya.
Oleh karena itu peradaban bangsa yang bermartabat cenderung menitikberatkan pada dasar ideologi suatu bangsa itu, dan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang dimaksud dengan bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang meletakan ideologi hidupnya adalah nilai-moral-norma Agama Islam sebagai sumber nilai-moral-norma yang mutlak sifatnya bagi seorang muslim yang baik.
Selanjutnya dikatakan ”dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” Mencerdaskan kehidupan bangsa disini memiliki arti tarap pendidikan rakyat pada umumnya sudah seimbang antara jumlah penduduk dengan tingkat rata-rata pendidikan penduduk yang ada, seperti halnya pencanangan wajib belajar sembilan tahun dengan harapan ideal pemerintah, tidak ada lagi yang buta hurup dan buta aksara pada tatanan penduduk bangsa Indonesia ini.

F. FAKTOR KUALITAS PENDIDIKAN

1. Faktor Internal
Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
G. LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN
Ditinjau dari sudut pandang fisafat, kualitas ilmu pendidikan pada umumnya tersusun atas tiga lapis, yaitu lapisan abstrak, potensial-teoritis, dan lapisan konkret-praktis. Dasar lapisan ini adalah realitas keberadaan setiap benda atau hal yang ada. Manusia misalnya, pada lapisan abstrak mencakup semua jenis, sifat, bentuk, dan wujud manusia yang berbeda dimana saja dan kapan saja. Adapun lapisan potensial teoritis berupa jenis bentuk dan wujud yang berbeda, tetapi satu dalam karakter. Sedangkan pada lapisan kongkret lebih menunjuk pada lapisan kongkret lebih menunjuk pada perwujudannya sebagai manusia individual.
1. Lapisan abstrak
Pada lapisan abstrak, ilmu pengetahuan itu bersifat universal dan jumlahnya hanya ada satu. Karena abstrak, ilmu pengetahuan tidak terikat oleh ruang dan waktu tertentu, karena itu bersifat tetap dan tidak mengalami perubahan. Karena universal, maka meliputi segala macam jenis, bentuk, dan sifat ilmu pengetahuan, serta menjadi sumber dari segala macam jenis ilmu pengetahuan.
2. Lapisan potensial teoritis
Pada lapisan ini ilmu pengetahuan bersifat khusus menurut jenis, bentuk, dan sifat objeknya. Karena jenis, bentuk, dan sifatnya berbeda, maka teori ilmu pengetahuan sosial budaya berbeda dengan ilmu pengetahuan alam. Manusia dan masyarakatnya, sebagai objek ilmu sosial budaya, bersifat labil. Sedangkan benda-benda alam, sebagai objek ilmu pengetahuan alam, cenderung bersifat stabil. Dari kedua sifat objek yang berbeda, tidak mungkin keduanya berada dalam kesamaan teori.
3. Lapisan kongkret-praktis
Dalam lapisan kongkret-praktis, ilmu pengetahuan menjadi kongkret dan plural menurut jenis, bentuk, dan sifat objek tertentu. Pada tingkat teoritis, ilmu pengetahuan sosial dalam jenis apapun mempunyai kesamaan objek yaitu masyarakat. Tetapi pada tingkat praktis, sesama ilmu pengetahua sosial objek antropologi berbeda dengan ilmu pendidikan. Kalau antropologi menekankan pada nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kehidupan masyarakat, maka ilmu pendidikan menekankan pada masalah bagaimana nilai-nilai itu ditumbuh kembangkan. Pada tingkat praktis, setiap objek khusus tertentu cenderung berpotensi menjadi suatu bidang studi.
Struktur lapisan abstrak, potensial-teoritis, dan kongkret-praktis ilmu pengetahuan tersebut sering dipopulerkan dengan spek-aspek ontologis, epistomologis, dan etika. Aspek ontologis mempersoalkan tentang hakekat adanya sesuatu. Hakikat adalah sifat umum universal yang ada dalam diri sesuatu hal. Aspek epistomologis mempersoalkan tentang potensi-potensi teoritis yang terkandung didalam suatu hal. Sedangkan aspek etika mempersoalkan tentang nilai-nilai moral yang terkandung didalam diri suatu hal.
• Ontologis
Ontologis adalah bidang studi meta fisis yang mempersoalkan hakikat keberadaan ilmu pengetahuan. Jika diterapkan terhadap pendidikan, ia akan menjadi bidang antologi pendidikan dengan mempersoalkan secara khusus mengenai hakikat pendidikan pada taraf abstrak dan universal.
• Epistemologi
epistomologi adalah bidang filsafat aksiologi-teoritis dengan persoalan pokok tentang nilai kebenaran dan bagaimana upaya memperolehnya. Jika diterapkan terhadap pendidikan, ia akan menjadi epistomologi pendidikan dengan persoalan khususnya adalah tentang nilai kebenaran pendidikan dan bagaimana penyelenggara pendidikan sehingga mendapatkan pendidikan yang benar
• Etika
Etika adalah bidang filsafat praktis dengan persoalan khas tentang nilai moral (kebaikan), berupa tingkah laku yang baik. Jika diterapkan pada pendidikan, ia akan menjadi etika pendidikan dengan persoalan khas tentang pemberdayaan nilai-nilai moral kedalam tingkah laku yang baik menurut ukuran pendidikan (educated behavior)
Menurut Endang Saifuddin (1987 ; 96) terdapat banyak aliran-aliran penting dalam etika, minimal ada enam aliran :
 Aliran Etika Naturalisme ialah aliran yang beranggapan bahwa kebahagian manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia itu sendiri.
 Aliran Etika Hedonisme ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan).
 Aliran Etika Utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi manusia (utility : manfaat).
 Aliran Etika idealisme ialah aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
 aliran Etika Vitalisme ialah yang menilai baik buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
 Aliran Etika Theologis ialah aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dari ke enam aliran tentang etika yang paling mendasari dalam kehidupan manusia di dunia ini adalah etika Theologis, karena manusia sebagai makhluk ciptaan Allah harus yakin bahwa kehidupan di dunia ini merupakan kehidupan sementara dan akan mengalami suatu kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat kelak. Apabila melihat jumlah penduduk Indonesia adalah suatu bangsa yang menganut Agama Islam sebanyak 90% lebih, ini memberikan suatu jaminan bahwa pola hidup bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang Islami dengan tata nilai-moral-norma yang Islami pula.

H. ASAS PENDIDIKAN

Menurut Ki Hadjar Dewantara ada lima asas dalam pendidikan yaitu : Asas kemerdekaan ; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
 Asas Kodrat Alam ; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
 Asas Kebudayaan ; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
 Asas Kabangsaan ; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
 Asas kemanusiaan ; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa lima asas pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara harus menjadi asas-asas Pendidikan Umum, karena pada dasarnya memperlakukan manusia yang manusiawi terkandung dalam kelima asas tersebut. Bagaimana kita menghargai individu dalam hubungannya dengan asas kemerdekaan, bagaimana kita memperlakukan alam dalam konteks kebutuhan hidup manusia, bagaimana peran kebudayaan terhadap manusianya sebagai warna kultur yang membentuk pribadi dan watak suatu masyarakat atau bangsa, bagaimana konsep kebersamaan kebangsaan dan perjuangan bangsa menimbulkan suatu sikap saling memiliki, dan bagaimana asas kemanusiaan sebagai bentuk pengakuan bahwa tidak ada perbedaan pada tingkat/tatanan manusia sebagai makhluk Allah, tidak mengenal pangkat, kedudukan, status sosial ekonomi dan sebagainya, dan yang membedakan adalah hanya keimanan dan ketaqwaan di hadapan Allah
I. SISTEM PENDIDIKAN
1. Sistem pendidikan nasional.
Sistem pendidikan nasional dapat dijelaskan dengan dua jalan, yaitu menurut fungsin dan strukturnya. Menurut fungsinya, pendidikan nasional merupakan sistem penyelenggara pendidikan oleh negara, dalam rangka mewujudkan hak menentukan eksistensi nasional bangsanya dalam bidang pendidikan (rigth of self-determination on education). Sedangkan menurut strukturnya, pendidikan nasional sebagai sistem adalah keseluruhan satuan kegiatan pendidikan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam rangka menunjang tercapainya tujuan nasional suatu negara.
2. Sistem pendidikan sekolah.
Keberadaan sekolah sebagai sistem organisasi pendidikan formal dipengaruhi oleh beberapa lingkungan sosial.lingkungan ini pada umumya dibedakan menjadi lingkungan distal dan lingkungan proksimal. Linkungan distal tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan sekolah sehari-hari, seperti masyarakat nasional dan internasional. Sebaliknya, lingkungan proksimal adalah lingkungan masyarakat sekitar seperti masyarakat desa, kecamatan, kabupaten masyarakat provinsi dan sebagainya
3. Sarana dan prasarana pendidikan sistem pendidikan.
Sarana pebdidikan yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sarana pendidikan berbentuk buku dan bahan bacaan, alat bantu belajar-mengajar, serta alat kerja bidang pendidikan. Kecuali itu berupa teknologi pendidikan. Sarana pendidikan berfungsi untuk membantu meningkatkan vektifitas dan efesiensi proses transformasi.
Prasaran pendidikan yakni segala hal yang merupakan penunjang terselenggaranya proses transformasi dalam sistem pendidikan. Prasarana pendidikan berbentuk benda atau barang seperti tanah, bangunan sekolah, transportasi, lapangan olahraga, dan sebagainya. Bisa juga berupa biaya pendidikn dari negara, keluarga, dan sumber lainnya
J. ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Pembahas tentang aliran-aliran pendidikan bertujuan untuk lebih membuka wawasan kependidikan bagi para pembelajar yang sedang menggeluti bidang kependidikan. Adapaun aliran-aliran pendidikan diantaranya progresivisme, rekonstruksionisme, esensialisme dan perenialisme.
1. Progresivisme
Aliran ini diketahui secara umum berakar dari pragmatisme W.Jame, dan Jhon Dewey pada abad ke-20an. Progresivisme menekankan pada konsep dasar dengan asas utamanya adalah wajib bagi manusia untuk tetap bertahan hidup dalam menghadapi segala tantangan. Untuk itu, manusia harus bersifat pregmatis dalam memandang segala sesuatu menurut segi kemamfaatannya.
Dengan demikian aliran Progresivisme memperhatikan sepenuhnya segala macam potensi kodrat manusia untuk dapat dikembangkan secara alami. Aliran ini bertujuan untuk menjadikan peserta didik memiliki kualitas agar dapat teru maju sebagai generasi pelanjut dengan kemampuan menjawab tantangan zaman yang baru.
2. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme mengakar pada pragmatism dan karena itu menekankan pada nilai kegunaan pendidikan bagi kehidupan bermasyarakat.oleh sebab itu, aliran ini sering disebut rekonstrusionisme sosial. Selain itu, atas pengaruh aliran neopositivisme, rekonstrusionalisme mendasarkan pola fikirnya dan nilai-nila ilmu pengetahuan atau nilai ilmiah.
Aliran ini mencoba untuk menata kembali struktur pendidikan sesuai dengan dinamika kehidupan budaya baru, karena dipandang bahwa perkembangan kebudayaan modrn sedang mengalami krisis. Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini kebudayaan kehidupan masyarakat dunia sedang dalam keaadaan labil, kebingungan, simpang-siur, dan sedang dalam proses penghancuran diri.
3. Esensialisme
Aliran esensialisme mendasarkan pandangan pendidikan pada nilai-nilai adat kebudayaan yang telah ada sejak permulaan peradaban manusia. Menurut aliran ini, nilai-nilai tersebut bersifat manusiawi dan tertanam dalam warisan budaya masyarakat yang terbentuk secara historis selama ratusan bahkan ribuan tahun.
4. Perenialisme
Perenialisme dominan menekankan untuk kenbali pada nilai kebudayaan masa lampau sebagai landasan pendidikan. Aliran ini mempunyai kesamaan dengan aliran esensialisme. Dinyatakan bahwa nilai-nilai kebudayaan masa lampau itu ideal dan telah diuji ketangguhannya.


K. KEDUDUKAN PENDIDIKAN UMUM

Dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI pasal 15 dikatakan bahwa jenis pendidikan mencakup Pendidikan Umum, Kejuruan, Akademik, Profesi, Vakasi, Keagamaan, dan Khusus. Dalam penjelasannya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas sama sekali tidak ada hubungannya Pendidikan Umum tersebut dengan nilai-moral-norma yang melandasi konsep hidup manusia dalam penghidupannya, karena jelas sekali pengertian Pendidikan Umum disini sebagai dasar pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Akan tetapi apabila meninjau kembali isi Bab II, pasal 3 dalam undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan nasional ”Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Penjelasan PP No. 28 Tahun. 1990, Bab I Pasal 1 dan Bab II pasal 3 ; Dalam program Pendidikan Umum harus mengutamakan : Memperkuat dasar keimanan dan ketaqwaan, membiasakan berperilaku yang baik, memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, memelihara kesehatan jasmani dan rohani, memberikan kemampuan untuk belajar, membentuk kepribadian yang mantap dan mandiri, memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat, menumbuhkan rasa bertanggung jawab dalam lingkungan hidup, memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengembangan perhatian dan pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indoneisa, menanamkan rasa bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan negara, memberikan pengetahuan dan ketarampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia, memberikan pengertian tentang ketertiban dunia, meningkatkan kesadaran pentingnya persahabatan antar bangsa.
Menurut SK. Mendikbud No.008 E/V/1975, tentang pembaharuan kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas di temui rumusan : ”Pendidikan Umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib di ikuti oleh semua siswa dan mencakup pendidikan moral pancasila (PMP) yang berfungsi sebagai pembinaan warga negara yang baik”. Apabila dikaitkan SK diatas dengan pasal 39 ayat (2) UU SPW, berarti pedidikan agama dan pendidikan pancasila merupakan pendidikan umum baik materi kurikulum maupun isi program.





L. PERANAN PENDIDIKAN UMUM

Berbicara tentang peranan Pendidikan Umum adalah berbicara tentang tugas yang diemban oleh Pendidikan Umum atau peran Pendidikan Umum terhadap bidang-bidang lain atau nbpendidikan-pendidikan pada umumnya.
Seperti apa yang dikatakan oleh Rochman Natawidjaya (Seminar Cakrawala Pendidikan Umum ; 1998 ; 10) bahwa didalam mencapai konstruksi Pendidikan Umum dan upaya pencapaian tujuan (in search of general education construct and the attainment of its objectives), maka perlu dipahami dulu tentang :
 Pendidikan Umum sebagai Ilmu
 Pendidikan Umum sebagai Jenis Pendidikan
 Pendidikan Umum sebagai Program Pendidikan
 Pendidikan Umum sebagai Program Studi
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka nampak jelas bahwa keempat unsur tersebut perlu dipahami terlebih dahulu, setelah paham akan jelas peranan Pendidikan Umum sebagai ilmu, jenis pendidikan, program pendidikan dan program studi. Selanjutnya Nursid Sumaatmadja (Seminar Cakrawala Pendidikan Umum ; 1998 ; 18) mengatakan “Pendidikan Umum yang syarat dengan akhlak mulia, kecerdasan, keterampilan, keahlian, kepemimpinan bisa mendasari pendidikan keterampilan dan pendidikan akademik”.
Kemudian dikatakan pada bagian selanjutnya ” Pendidikan Umum mencakup juga pendidikan kejuruan yang bertujuan untuk menghasilkan ahli yang memili keterampilan dalam bidang tertentu”. Dalam penegrtian ini, seorang ahli yang dihasilkan dari pendidikan kejuruan harus dilandasi oleh akhlak, sehingga keahliannya itu secara fungsional memiliki banyak manfaat bagi kehidupannya baik dalam pemenuhan kesejahteraan maupun kebahagiaan.
Yang paling penting dilakukan oleh para ahli pendidikan umum adalah bagaimana menanamkan ”jati diri” bangsa Indonesia tetap mengutamakan aspek Ke-Tuhanan sebagaimana yang tercantum dalam sila I. Namun demikian, karena dimensi Pendidikan Umum itu sangat luas, maka potensi diri manusia yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik harus dikembangkan secara serasi dan seimbang.