Entri Populer

Selasa, 11 Oktober 2011

Perkembangan Hadits

A. PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KE-IV

Periode ini, disebut: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadits. Periode keempat ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua (mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijry (menjelang akhir masa dinasti Abbasiyah angkatan per¬tama).. Masa ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz yakni sekitar tahun 99 hingga 102 H sampai akhir abad ke-2 H.

1. Instruksi Umar Bin Abdul Aziz Tentang Penulisan Hadits
Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah meluas ke daerah-daerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para sahabat menjadi terpencar ke daerah-daerah Islam untuk mengembangkan ¬Islam dan membimbing masyarakat setempat. Di samping itu,banyak sahabat yang meninggal karena faktor usia dan akibat terjadinya peperangan¬gan, Ini berarti, bahwa awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah Sahabat yang hidup semakin tinggal sedikit. Padahal, Hadits Rasulullah masih dibukukan secara resmi. lebih parah lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah kian berkembangnya Hadits-hadits palsu (Hadits Maudhu’) yang dengan sendirinya akan sangat mengancam kelestarian yang benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Kliu¬tasyidin tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya adalah karena dikhawatirkan akan terjadi bercampur¬ dengan Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an, sedang pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, Al-Qur’an telah selesai secara resmi dan lestari. Dengan demikian, maka bila Hadits¬ rasul didewankan tidaklah akan mengganggu Al-Qur’an.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada peng¬hujung tahun 100 Hijriyah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk mendewankan/membukukan Hadits.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk menulis/mendewankan Hadits itu ialah:
1. Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits
2. Telah makin banyak para perawi/penghafal Hadits yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Olehnya itu, perlu segera dibukukan
3. Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti memer¬lukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-hadits Rasul di samping petunjuk AI-Qur’an
4. Pemalsuan-pemalsuan Hadits makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Maka langkah segera yang perlu diambil ialah membukukan Hadits dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh pemalsuan-¬pemalsuan hadits

2. Pelopor Penulisan Hadits (Kondifikator) Hadits

Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk penulisan Hadits itu adalah Gubernur Madinah yang bernama: Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Ibnu Hazm. Atau Muhammad Ibnu Hazm. (seorang Gubernur, juga sebagai seorang Ulama)
Instruksi Khalifah itu berisi, supaya Gubernur segera membukukan Hadits-hadits yang dihafal oleh penghafal-penghafal Hadits di Madinah, antaralain:
 Amrah binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades, seo¬rang ahli Fiqih, murid Sayyidah Aisyah ra.
 Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shiddiq, salah seo¬rang pemuka Tabi’in dan salah seorang Fuqaha Tujuh
Yang dimaksud dengan fuqaha yaitu:
1) Al-Qasim
2) Urwah Ibnu Zubair
3) Abu Bakar Ibnu Abdir Rahman
4) Said Ibnu Musayyab
5) Abdillah Ibnu Abdullah Ibnu Utbah Ibnu mas’ud
6) Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit
7) Sulaiman Ibnu fassar
Muhammad Ibnu Hazm, melaksanakan tugas itu dengan baik¬ selanjutnya, instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh salah seorang Ulama Hadits masyhur sebagai Ulama Besar di Hijaz dan Syam, bernama Abu ir Muhammad Ibnu Muslim Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhry, ; dikenal juga dengan nama Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, setelah berhasil mendewankan hadits Rasulullah, lalu mengirimkan dewan-dewan Haditsnya itu kepada penguasa-penguasa daerah. Dengan demikian, maka pelopor pendewan (kodifikator) Hadits yang sama atas instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah:
1. Muhammad Ibnu Hazm (wafat tahun 117 H).
2. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry (wafat tahun 124 H).

Kedua tokoh pemula pendewan Hadits ini, para ahli sejarah Ulama Hadits berpendapat, bahwa yang lebih tepat disebut sebagai ifikator/pendewan Hadits yang pertama, ialah Muhammad Ibnu Syi¬Az-Zuhry. Hal ini terjadi karena Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry mempunyai ¬beberapa kelebihan dalam mendewankan Hadits-hadits Nabi, bila dibandingkan dengan Muhammad Ibnu Hazm.Di antara kelebihan Az-Zuhry, ialah:

1. Ia dikenal sebagai Ulama Besar di bidang Hadits, dibandingkan engan Ulama-ulama Hadits sezamannya.
2. Ia mendewankan seluruh Hadits yang ada di Madinah, sedang yang ilakukan oleh Muhammad Ibnu Hazm, tidak mencakup seluruh adits yang ada di Madinah.
3. Ia mengirimkan hasil pendewanannya kepada seluruh penguasa di aerah, masing-masing satu rangkap; sehingga dengan demikian, lebih cepat tersebar.
Sayang sekali, bahwa kedua macam dewan Hadits tersebut, baik yang ditulis oleh Muhammad Ibnu Hazm maupun oleh Muhammad Ibnu Syi¬-Zuhry, telah lama hilang dan sampai sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya.
Selanjutnya, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah masa pendewanan ber¬ikutnya (sebagai masa pendewanan yang kedua), atas anjuran Khalifah-¬khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffah.
Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil mendewankan Hadits¬hadits Nabi, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry, di antaranya ialah:
1. Di Mekkah : IbnuJuraij (80-150H1669-767M).
2. Di Madinah : 1. Ibnu Ishaq (wafat 15114/768 M).
2. Malik bin Anas (93 H-179 H/703-798M).
3. Di Bashrah : a. Ar-Rabi’ Ibnu Shabih (wafat 160 H).
b. Said Ibnu Abi Arubah (wafat 156H).
c. Hammad Ibnu Salamah (wafat 176 H).
4. Di Kufah : Sufyan Ats-Tsaury (wafat th.161 H).
5. Di Syam : Al-Auza’iy (wafat th. 156 H).
6. Di Wasith : Husyain Al-Wasithy (wafat th.188 H/804 M).
7. DiYaman : Ma’maiAl-Azdy(95-153H/753-770M).
8. Di Rei : Jarir Adl-Dlabby (110-1881-1/728-804M).
9. Di Khurasan : Ibnu Mubarak (118-181 H/735-797 M).
10. Di Mesir : Al-Laits Ibnu Sa’ad (wafat th.175 H).

Para Ulama di atas, masa hidupnya hampir bersamaan. Karenanya itu, sulit ditentukan siapa yang lebih tepat untuk disebut sebagai pende¬wan/kodifikator Hadits yang pertama. Selain itu, bahwa mereka bersa¬ma, telah berguru kepada Muhammad Ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.

B. Ciri-Ciri Pembukuan Hadits Peada Masa Periode Ke 4 Abad Ke-dua Hijriyah
a. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, mencakup Hadits¬ hadits Rasul, fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi’in. Dengan demikian, kitab/dewan Hadits dalam periode ini, belum diklassifisir/dipisah-pisah antara Hadits-hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’. Kitab Hadits yang hanya menghimpun Hadits-hadits Nabi saja, hanyalah kitab yang disusun oleh Muhammad Ibnu Hazm. Beliau me lakukan demikian, mengingat adanya instruksi Khalifah tJmar bin Abdul Aziz yang menyatakan:
لاَ تَقْبَلْ إِلاَّ حَدِيْثَ الَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Janganlah kamu terima, selain dari Hadits Nabi saw. “
b. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, umumnya belum¬lah dikelompokkan berdasarkan judul-judul (maudlu’) masalahle ter¬tentu. Dengan demikian, maka dalam dewan-dewan Hadits, terhimpun secara bercampur aduk Hadits-hadits Tafsir, Iiadits-hadits Sirah Nabi, Hadits-hadits Hukum, dan sebagainya. Imam Syafi’ilah yang mula pertama merintis menyusun kitab Hadits berdasarkan judul masalah tertentu, dalam hal ini, yang berhu¬bungan dengan masalah thalaq dalam satu bab.
c. Hadits-hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara yang ber kualitas Shahih, Hasan dan Dha’if.

C. KITAB-KITAB HADITS PADA PERIODE IV (ABAD II HIJRY)

Di antara kitab-kitab/dewan Hadits yang disusun pada abad II Hijry, periode IV ini, yang sangat mendapat perhatian dari kalangan Ulama, ialah:
1. Al-Muwattha’, disusun oleh Imam Malik bin Anas, atas permintaan Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur.
2. Musnad Asy-Syafi’i, susunan Imam Syafi’i. Dewan Hadits ini, meru¬pakan kumpulan Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab beliau yang bernama “Al-Um”.
3. Mukhtaliful Hadits, disusun oleh Imam Syafi’i. Di dalamnya, dibahas tentang cara.-cara menerima Hadits sebagai hujjah clan cara-cara mengkompromikan Hadits yang nampak kontradiksi satu sama lain.
4. As-Siratun Nabawiyah, disusun oleh Ibnu Ishaq. Berisi, antara lain tentang perjalanan hidup Nabi dan peperangan-peperangan zaman Nabi.

D. PEMALSUAN HADITS

Motif-motif Pemalsuan Hadits
1. Propagandis propagandis politik
Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang disam. paikannya, adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjih ganjil dan yang menakutkan.
2. Golongan Zindiq
Golongan yang pada lahirnya memeluk Islam , tetapi batinnya memusuhi Islam.
3. Tukang-tukang cerita
Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan ke¬inginannya yang sarigat besar untuk menarik minat para hadirinnya, mereka lalu membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Celakanya, kisah-kisah yang dikarangnya itu lalu dilengkapi. dengan ad dan dinyatakan berasal dari Nabi Muhammad.
4. . Penganut ajaran tasawuf
Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan agamanya masih sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang demikian ini merasa dirinya serba tahu tentang aj aran Islam. Ditafsirkan¬hh ajaran Islam sesuai dengan kehendaknya. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan pemahamannya itu, maka dibuatnyalah Hadits¬hadits palsu. Dan pemalsuan Hadits yang mereka buat, biasanya berkisar ~soal-soal yang berhubungan dengan “targhib wat tarhib” (berita-berita yangmenggembirakan dan mencemaskan).
E. CARA MENGATASI PEMALSUAN HADITS
1. Pemerintah, dalam hal ini dari bani Abbasiyah; berusaha menumpas kaum zindiq.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat, bahwa bani Abbas menumpas kaum zindiq itu, boleh jadi karena mereka mem¬buat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat bani Abbas dan menjauhkan masyarakat dari bani Abbas. Atau, mungkin para Kha¬lifah bani Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan yang dilakukan oleh golongan zindiq.
Usaha pemerintah ini, tentu saja belumlah berhasil secara tuntas menumpas pemalsu-pemalsu Hadits. Sebab, kaum zindiq yang ditumpas pemerintah itu, barulah salah satu golongan saja di antara golongan Hadits. Ditambah lagi, karena kaum zindiq ini, merupakan gerakan yang terselubung, maka dalam menumpasnya tidaklah mudah.
2. Para Ulama berusaha dengan gigih menghadapi pemalsuan-pemal¬suan -Hadits. Caranya, bermacam-macam. Di antaranya:
a. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk mengecek kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dan meneliti sum¬ber-sumbernya, kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyara¬kat.
b. Meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat. Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad Hadits diselidiki dengan saksama. Maka lahirlah, istilah-istilah: tsiqah, kadz¬dzab, fulan la ba’sa bihi, dan sebagainya. Imam Malik misalnya, telah memberi tuntunan kepada penun¬tut/pencari Hadits, dengan menyatakan: Janganlah mengambil ilmu (Hadits) dari empat macam orang, yaitu:
a. orang yang kurang akal,
b. orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya,
c. orang yang suka berdusta, dan
d. seorang Syaikh yang memiliki keutamaan, kesalihan dan ak¬tif ibadah, tetapi tidak mengetahui apa yang diriwayatkan¬nya yang berhubungan dengan Hadits.
Pada sekitar tahun 150 H, Ulama mulai memperbincangkan tentang ta’dil dan tajrih. Banyak Ulama yang terkenal ahli dalam menilai perawi Hadits pada abad II periode keempat ini. Misalnya, Imam Malik, Auza’iy, Sufyan Ats-Tsaury, Ibnul Mubarak, Uyaiyah, Ibnu Wahhab, Waki’ Ibnu AI¬Jarrah, Yahya Ibnu Saad AI-Qatthan, Abdur Rahman Ibnu Mahdi, dan lain-lain. Di antara Ulama tersebut, yang ferkenal memiliki ilmu yang menda¬lam tentang kritik rijalil Hadits, ada dua orang. Yaitu:
1. Yahya Ibnu Saad Al-Qatthan (wafat th. 193 H).
2. Abdur Rahman Ibnu Mahdi (wafat th. 198 H).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar